Quote:Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih familiar dengan BJ Habibie mengatakan tidak ada jalan lain agar orang-orang mudah berpindah tempat di benua maritim seperti Indonesia, selain menggunakan pesawat terbang. Oleh karenanya, ia menyambut positif kehadiran NAM Air, yang rencananya mayoritas akan menggunakan pesawat buatan dalam negeri. Artinya, kehadiran maskapai anak Sriwijaya Airlines tersebut turut mendorong industri pesawat terbang di Indonesia.
"Insya Allah R-80 tahun 2016 atau 2017 akan mengudara dan dunia akan surprise," ungkap Habibie dengan bangga penuh haru dalam Grand Launching NAM Air, di Jakarta Teater, pada Kamis malam (27/9/2013).
Sekadar informasi, R-80 adalah pesawat terbang produksi PT Regio Aviasi Industri (RAI), tempat BJ Habibie duduk sebagai komisaris.
Dalam peluncuran tersebut ditandatangani perjanjian kerja sama (MoU) antara Presiden Direktur NAM Air Jefferson Jauwena dengan BJ Habibie, berkaitan dengan pengadaan 100 unit pesawat R-80, terdiri dari 50 unit firm, dan 50 unit pesawat pilihan.
Pesawat R-80 merupakan pengembangan dari pesawat N250 yang dibuat BJ Habibie. Pesawat N250 merupakan pesawat yang dikendalikan secara elektronik atau dikenal dengan istilah fly by wire kedua, setelah pesawat keluaran Airbus yakni A-300.
"Pesawat terbang yang pernah dibuat menusia yang dikendalikan secara elektronik yang dikenal dengan fly by wire pertama kali adalah Airbus di Hamburg di mana saya kerja dulu. Di situ, saya pernah menjadi direktur dan executive vice president," kata mantan Presiden RI ketiga itu.
"Fly by wire pertama A-300, fly by wire kedua N250, dan ketiga triple seven (B-777). Dalam skala regional, N250 merupakan fly by wire pertama," jelasnya.
Bahkan, saking semangatnya, Habibie yang kini menginjak usia 77 tahun mengaku memimpin sendiri diskusi desain engineering, financing, sampai sheduling dari R-80 selama dua hingga lima jam sebelum datang ke acara peluncuran.
"Biar on schedule dan the best, jadi saya harus tahu," tuturnya.
Industri strategis dibubarkan
Jauh sebelum R-80, Indonesia pernah hampir memiliki industri pesawat terbang sebagai industri strategis yang kuat, tetapi kandas. Habibie mengatakan, ide membuat pesawat terbang bukan idenya, bukan juga ide Soeharto. Akan tetapi, ide bangsa Indonesia, sesaat setelah mendeklarasikan kemerdekaan.
Jika ditanya siapa yang pertama kali memiliki inisiatif membuat pesawat terbang, menurut Habibie, jawabannya adalah Angkatan Udara RI (AURI). "Jadi kalau ada suatu bangsa di mana saja dia berada yang mengerti pentingnya teknologi itu, maka itu adalah angkatan bersenjata, angkatan udara, angkatan darat, dan angkatan laut. Oleh karena itu yang mengembangkan teknologi itu adalah mereka dan khususnya AU terus mendorong untuk membuat pesawat terbang," aku Habibie.
Pada Januari 1950, Presiden Soekarno memutuskan mengirim putra-putri terbaik untuk belajar di luar negeri dalam pilihan bidang pembuatan kapal terbang penumpang atau pembuatan kapal laut untuk mengangkut barang-barang.
Waktu itu Habibie baru menginjak kelas tiga SMP. Ia pun menjadi pelajar Indonesia gelombang empat yang belajar di bidang pesawat terbang pada 1954. Habibie berhasil menyelesaikan strata 1 pada usia 22 tahun dan strata dua pada usia 24 tahun.
"S-3 konstruksi pesawat terbang 28 tahun di Jerman. Di tempatnya Teodhore Von Karman, guru besar yang pertama dalam konstruksi pesawat terbang, yang mendirikan NASA. Saya asisten di situ, dan bisa dibaca di Google," kisah dia.
Lepas menyelesaikan pendidikan, Habibie bekerja untuk sebuah perusahaan di Hamburg, di mana ia pernah menjadi direktur dan executive vice president. "Di situ lahir Airbus, yang sekarang membuat A-380 di situ. Waktu saya mulai ke situ 3.000 (karyawan), waktu saya tinggalkan 4.500, sekarang 16.000. Saudara-saudara, waktu 'nanjak' begini saya tiba-tiba disuruh pulang untuk membangun industri pesawat terbang jadi industri strategis," kenang Habibie.
"Dan saya ditugaskan membangun industri strategis. Tidak banyak yang tahu waktu saya jadi wakil presiden terpilih, saya harus meletakkan jabatan-jabatan yang saya miliki, dan industri stategis yang saya pimpin itu memiliki 48.000 karyawan dan turnover 10 miliar dollar AS," lanjut dia.
Seusai pemilu, Habibie mengatakan bersedia melanjutkan kepemimpinan Indonesia, jika pertanggungjawabannya diakui. Jika tidak, lanjutnya, ia memberikan posisi kepresidenan kepada orang lain. "Belum lagi saya bicara tuntas, saya tidak diterima. Tapi tidak mengapa," tuturnya.
"Saya sampaikan kepada yang ganti, perhatikan dua hal. Satu, jangan lemahkan TNI karena itu adalah tulang punggung perjuangan bangsa Indonesia. Dua, jangan korek-korek industri strategis karena industri strategis adalah keinginan seluruh bangsa Indonesia sejak kemerdekaan. Putra putra terbaik yang memberikan apa saja yang dia miliki," tuturnya.
Namun, tiba-tiba industri strategis tersebut dibubarkan. "Saya sampai bilang ke Ibu Ainun 'Is that the price I have to pay to get my freedom? Kita akan kembali dan bangkit melaksanakan perjuangan yang sementara terhenti'," kenangnya.
Kini, di hadapan direksi NAM Air, direksi Sriwijaya Air, dan Kementerian Perhubungan, Habibie mengatakan memanjatkan doa, dan bersyukur karena ada yang meneruskan perjuangan membangun industri strategis.
"Saya ini orang tua, usia saya 77 tahun tapi semangat saya sama seperti waktu saya umur 17 tahun. Dan semangat ini saya temukan kembali pada yang hadir di sini anak-anak intelektual saya, cucu-cucu intelektual saya. Saya yang mewakili generasi yang fading out, melihat ini semua saya bersyukur," ucap Habibie.
Quote:Pesawat R80 Jadi Produk Unggulan Indonesia
JAKARTA-Kualitas pesawat terbang produksi Indonesia ternyata lebih baik dari China. Pesawat tipe MA 60 yang jadi kebanggaan China justru boros bahan bakar. Karena dasarnya MA 60 untuk kepentingan militer, bukan sipil. âPada dasarnya desain MA 60 itu mesinnya digunakan untuk militer, namun karena digunakan untuk sipil mereka menurunkan sedikit kualitasnya,â kata CEO, PT Ragio Aviasi Industri (RAI), Ilham Akbar Habibie di Jakarta,Senin,(19/3).
Menurut Putra sulung mantan Presiden Habibie ini, soal membuat pesawat dan kualitas pesawat itu sendiri, Indonesia masih di atas China. Karena dasar produk pesawat MA 60 yang digunakan Merpati Nusantara Airline ini bukan pesawat komersil. âSehingga boros, militerkan ngak mikirin boros apa tidak, yang penting tahan banting dan menang perang. Soal buat pesawat kita masih lebih bagus dan jauh di atas China, dari segi kualitas kita masih oke,â tambahnya
Lebih jauh kata Ilham yang pernah belajar di Jerman, justru perusahaannya sedang mendisain pesawat berpenumpang sekitar 80 orang yang hemat bahan bakar. âYa R80 (Regio Prop 80) yang saat ini sedang kita selesaikan proses pembangunannya, kita akan memiliki pesawat dengan menggunakan baling-baling, yang didesain untuk jarak dekat, hemat bahan bakar, teknologi terbaru,â terangnya.
Diakui Ilham, kapasitas lebih banyak yakni mencapai 80 kursi, mesin lebih cepat dan yang terpenting jauh lebih murah dari pesawat ATR karena produksi dan suku cadang dibuat semua di Indonesia. âDan yang lebih penting lagi kita punya Sumber Daya Manusia yang berpengalaman bahkan seperti di Boeing, Airbus, ATR, di PT DI dan banyak lagi,â tandasnya.
Beberapa waktu lalu, Ilham Habibie menggandeng Mantan Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah membentuk PT Ragio Aviasi Industri (RAI) untuk membangun pesawat new N-250 yang dulu pernah dibuat BJ Habibie. Pesawat berkapasitas 80 kursi tersebut diberi nama R80 atau Regio Prop 80 diamana pesawat tersebut menggunakan baling-baling. **can
Quote:Mengembangkan Industri Pertahanan ?
Dalam kesempatan kunjungan resmi ke Korea Selatan sebagai kepala staf Angkatan Udara Republik Indonesia,salah satu acara formal adalah mengunjungi lokasi strategis Angkatan Udara Korea di luar Kota Seoul. Perjalanan ke tempat tersebut dilakukan menggunakan pesawat helikopter yang berbasis di salah satu pangkalan udara yang berdampingan dengan US Air Force Base, unit dari Angkatan Udara Amerika Serikat. Selesai acara resmi, rombongan kami saat itu tertunda lebih kurang satu jam dalam jadwal perjalanan kembali ke Seoul karena cuaca yang berubah buruk. Seorang kolonel menghadap saya menjelaskan bahwa perjalanan kembali ke Seoul tidak dapat dilaksanakan menggunakan helikopter atau pesawat rotary wing yang tadi. Disebutkan alasannya adalah pesawat tersebut tidak bisa terbang tinggi berhubung dengan perkembangan keadaan cuaca yang memburuk. Markas Besar di Seoul memerintahkan untuk mengirim sebuah pesawat fixed wing VIP menjemput saya dan rombongan.
Setelah pesawat siap, kami pun segera bergegas menuju tempat parkir pesawat. Agak sedikit kaget karena ternyata pesawat fixed wing VIP yang disiapkan tersebut ternyata dari jenis CN-235. Selesai melaksanakan penghormatan berjajar sesuai dengan prosedur pemberangkatan VIP,sang Captain Pilot dengan tersenyum lebar mendekat ke saya dengan mengutarakan penuh bangga bahwa saya akan diantar kembali ke Seoul dengan pesawat fixed wing terbaik yang tersedia di Korea Selatan dan itu adalah pesawat terbang âasliâ buatan negara anda! Terharu dalam hati, saya tersenyum sejenak dan mulai meneliti interior CN-235 yang sama sekali belum pernah saya saksikan sebelumnya. Tidak bisa saya sembunyikan kekaguman terhadap disain interior CN-235 VIP Angkatan Udara Korea Selatan ini. Baru belakangan setelah itu, saya memperoleh informasi bahwa disain dan perlengkapan VIP interior CN-235 tersebut adalah produk dari pesanan khusus Pemerintah Korea Selatan kepada pihak PTDI. Terus terang, sangat mewah untuk ukuran Indonesia dan yang istimewa adalah sangat bersih,termasuk lantainya. Yang lebih mengharukan saya adalah melihat bagaimana para awak pesawat bertugas di pesawat itu dengan penuh kebanggaan. Kebanggaan dalam bertugas menerbangkan VIP dengan pesawat khusus VIP buatan Bandung!
Di pertengahan masa jabatan saya lainnya, Panglima Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM) berkunjung tidak resmi ke Surabaya dengan transit semalam di Jakarta. Saya datang menemuinya di salah satu hotel di Jakarta Pusat. Ada rasa ingin tahu,apa gerangan yang menjadi acara penting Panglima ke Surabaya. Ternyata,Panglima TUDM beserta satu set kru lainnya hendak berlatih simulator CN-235 di Surabaya. Saya bertanya kepada Panglima, Jenderal Datoâ Suleiman, jam berapa tiba dan menggunakan apa? Surprise sekali saya memperoleh jawaban ternyata Panglima mengemudikan sendiri pesawat CN-235 TUDM VIP dengan menyertakan dua co-pilot yang akan berlatih simulator di Surabaya. Jenderal Datoâ Suleiman menceritakan kepada saya betapa dia sangat menikmati terbang dengan CN-235. Saya tidak punya rating/ kemampuan menerbangkan CN-235 karena sebagian besar perjalanan terbang saya adalah menerbangkan C-130 Hercules. Secara kebetulan, Jenderal Datoâ Suleiman juga mempunyai rating pesawat Hercules. Dengan demikian saya dapat mendiskusikannya agak lebih teknis apa yang dimaksudkan ânikmatâ menerbangkan CN-235 dan membandingkannya dengan Hercules.
Diskusi berakhir dengan pernyataan Panglima TUDM yang sangat saya percaya jauh dari basa-basi bahwa secara teknis, menerbangkan CN-235 tidaklah kalah menyenangkan dari menerbangkan Hercules. Dia menutup pembicaraan yang penuh persahabatan itu dengan hal yang sangat mengharukan sekaligus membuat bangga saya bahwa seluruh warga TUDM sangat bersenang hati memiliki dan mengoperasikan pesawat CN-235 produksi dari bangsa serumpun!
Belakangan ini pada salah satu kesempatan, saya berjumpa Ex Penerbang Garuda yang telah lama terbang di Korean Air. Dia khusus ingin menceritakan tentang satu hal yang cukup âpentingâ untuk disampaikan lansung kepada saya. Dia bercerita, bahwa dalam perjalanan panjang pengalamannya terbang sebagai Captain Pilot di Korea, beberapa kali pernah terbang dengan Co-Pilot Korea yang berasal tadinya dari Pilot Angkatan Udara Korea Selatan. Kebetulan, sang Pilot berkebangsaan Korea itu pernah menerbangkan pesawat Angkatan Udara Korea dari Jenis CN-235 versi VVIP. Dia bercerita kepada sahabat saya betapa dia sangat bangga dan merasa senang memiliki cukup banyak jam terbang di pesawat CN-235 buatan Indonesia tersebut. Bangga terhadap produk pesawat terbang Indonesia, satu Negara sesama bangsa Asia. Yang âmengenaskanâ adalah, betapa sahabat saya itu secara jujur mengakui dalam hati bahwa dirinya sendiri pun tidak atau belum mengetahui ada satu produk pesawat terbang Indonesia yang âsecanggihâ itu untuk menjadi bahan obrolan ringan di dalam kokpit sebuah pesawat âJumbo-moderenâ produk Negara maju yang tengah mereka terbangkan berdua.
Dari tiga uraian ilustrasi tadi, kiranya telah lebih dari cukup untuk mewakili refleksi dari beberapa negara lainnya di kawasan Asia Pasifik yang juga menggunakan pesawat buatan anak bangsa CN-235. Sekedar untuk diketahui saja, CN-235 sudah sangat luas digunakan dibanyak negara di muka bumi ini. Beberapa diantaranya adalah : Brunei, Kamboja, Chile, Colombia, Ekuador, Perancis, Jordania, Malaysia, Mexiko, Pakistan, Papua Nugini, Korea Selatan, Saudi Arabia, Thailand, Turki, Amerika Serikat dan lainnya. CN-235, sebenarnya telah berhasi dengan baik tampil sebagai satu âproduk unggulanâ dari IPTN (saya lebih suka menggunakan kata IPTN yang merefleksikan spirit kepahlawanan Nurtanio, dibanding PTDI, yang bisa saja keliru dan mengingatkan kita kepada gerombolan pemberontak dimasa lalu DI-TII).
Demikianlah seyogyanya, seperti banyak pabrik pesawat terbang terkenal dan sukses di dunia yang memang hanya bisa maju melalui salah satu produk unggulannya terlebih dahulu, baru kemudian ber-kreasi pada produk-produk jenis pesawat lainnya. Industri Strategis pasti memerlukan âPolitical Willâ dari Pemerintah untuk dapat bergulir dengan âsubsidiâ yang tidak kecil dalam proses mengawali produk satu pesawat terbang yang diunggulkan untuk dapat masuk ke âpasarâ. CN-235, sudah dibuat dalam versi Sipil dan MIliter. Diawal kelahirannya, satu skadron CN-235 masuk dalam jajaran Angkatan Udara, sementara diwaktu yang relatif bersamaan, sejumlah CN-235 di-operasikan oleh PT Merpati Nusantara Airllines, Maskapai Penerbangan Perintis dalam melayani penerbangan di pelosok terpencil Nusantara ini. Penggunaan di lapangan dalam jumlah yang cukup banyak dan mencakup sektor perhubungan udara sipil serta bidang operasional Angkatan Udara dari satu Negara Kepulauan yang luas seperti Indonesia telah menjadikan CN-235 dilirik banyak Negara untuk dikembangkan. Thailand menggunakan pertamakali untuk keperluan eksperimen hujan buatan, Malaysia dan Korea Selatan, konon bahkan menggunakan CN-235 sebagai pesawat VIP Kepala Negara. Sementara beberapa perusahaan avionic (aviation electronic) terkemuka di Eropa mendorong pengembangan CN-235 sebagai Variant dari pesawat âpatroli-maritimâ untuk Angkatan Udara.
Bila belakangan ini banyak pertanyaan tentang bagaimana nasib IPTN, maka jawabannya adalah âfenomenaâ CN-235 patut untuk menjadi pertimbangan serius dalam upaya untuk bisa bangkit kembali. Sekali lagi Political Will Pemerintah, beriringan dengan subsidi, lebih mudah merangsang pengembangan satu produk unggulan untuk menembus pasar. Produk yang banyak digunakan setelah berhasil masuk pasar akan lebih mudah berkembang lagi sebagai hasil dari proses penyempurnaan (research and development) dari kualitas satu jenis produksi. Agak terhenti lajunya âsnow-ballâ dari jalur produksi pesawat CN-235, yang sebenarnya bisa berperan sebagai âproduk-unggulanâ IPTN, pasti sangat disayangkan. Sayang , bila para pengguna dari CN-235 yang sudah begitu luas di panggung Global akan berhadapan dengan kondisi âlayaknya seperti anak ayam yang kehilangan induknyaâ.
SAUS
SAUS 2
SAUS 3
KULKAS ane masih kosong neh gan, jika berkenan boleh dong bagi
buat agan2 yang udah bagi2 cendolnya buat ane makasih banyak ya
JANGAN lupa ninggalin jejak biar ga kaya rumah kosong thread ane
buat agan2 yang udah rate 5 star thread ane makasih banyak ya
ternyata thread ane ada yang ada yang lebih dulu share beritanya tapi gpp, yang penting makin banyak yang tahu berita ini, semakin bagus karena warga kaskuser khususnya pasti mendukung pak habibie tuk memajukan dunia ke dirgantaraan indonesia
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/52450c07f9ca17f124000001
0 komentar:
Posting Komentar