Spoilerfor HT:
Saya akan bercerita tentang pengalaman seorang sahabat saya.
Â
Â
Cerita berawal ketika sahabat saya akan pulang kampung. Waktu itu jam 5 sore, sahabat saya sudah bersiap2 akan berangkat ke stasiun. Jam pemberangkatan keretanya pukul 8 malam. Tapi ketika akan berangkat, perutnya ber'dendang' keroncong, kelaparan. Karena berusaha mencari kepraktisan, dia memesan junkfood McD. Sembari menunggu pesanannya datang, ia membereskan kamarnya yang mungkin akan ditinggal mudik dalam waktu yang lama. Setengah jam berlalu, petugas McD belum juga datang. Satu jam berlalu, belum juga tiba. Pekerjaannya membereskan kamar selesai sudah, tapi lapar di perutnya belum terbereskan. Karena merasa mempunyai tanggung jawab moral telah memesan, sahabat saya sengaja menunda keberangkatannya ke stasiun dan mengorbankan waktunya menunggu si petugas McD. Baru pukul setengah 8, orang yang dinantinya tiba. Saat itu, sahabat saya sedang mengunci pintu kamar kosan dalam keadaan marah dan lapar. Melihat pesanannya datang bersama sosok petugas antar McD yang tergopoh2, sahabat saya lega sekaligus emosi. Dia menolak secara halus pesanan itu dan ia pun menolak membayar kewajibannya.
Â
Â
Kemudian petugas antar McD itu berkelakar, "Jangan sembarangan gitu donk, Mas. Saya kan tadi lagi banyak pesanan kesana-sini juga. Jadi kalo terlambat ya wajar..."
Â
Â
Sahabat saya berkilah, "Jadi saya harus bagaimana? Membayar pesanan saya yang datang terlambat? Saya sudah terlanjur makan roti dan saya sudah sangat terlambat ke stasiun, Mas McD..."
Â
Â
Alih-alih meminta maaf, si petugas antar McD berkelit, "Mas tau nggak, kalo begini saya yang kena potong gaji. Saya telat karena jalanan macet,Mas. Bukan karena saya malas. Kasian donk sama saya. Masnya kan orang kaya, bawaannya laptop, sedang saya hanya petugas antar yang gajinya kecil..."
Â
Â
Mendengar jawaban itu, sahabat saya mulai tertarik dengan situasinya, "Gini ya Mas, tolong jangan bawa-bawa 'nasib' kita dalam urusan ini. Saya ini bawa-bawa laptop buat kerja di rumah. Sama kayak Mas, saya juga butuh rejeki. Tapi saya mencoba profesional dan ngga main-main dengan pekerjaan saya. Ini aja saya mau liburan di kampung jadi ngga bisa santai karena harus beresin kerjaan pake laptop ini. Kalau saya sampai telat masukin kerjaan saya, ya saya ngga dapat honor juga. Jadi imbang kan kita?"
Â
Â
Masih berkelit, si petugas terus mencoba meminta keibaan dari sahabat saya, "Saya ini orang miskin,Mas. Makanya saya cuma bisa jadi petugas antar kayak gini. Sedang masnya kan orang kaya, bisa sekolah tinggi, trus bisa dapet kerjaan pake laptop. Beda donk tarafnya..."
Â
Â
Sahabat saya tersenyum geli melihat arah pembicaraan mereka. Kemudian dia berujar dengan lembut, "Mas, siapa bilang saya orang kaya? Saya juga dari keluarga miskin di kampung. Mungkin lebih miskin dari Mas. Bapak saya hanya tukang beca, dan ibu saya kuli tani. Tapi saya nggak mau jadi seperti orangtua saya, makanya saya sekolah dengan serius sampai bisa dapet beasiswa sana sini hingga kuliah. Dan akhirnya saya bisa bekerja bawa-bawa LAPTOP ke kampung. Saya jadi begini karena usaha saya sendiri."
Â
Â
Suasana beranjak hening.
Â
Merasa malu dengan tingkahnya, si Petugas antar McD menunduk dan mematung.
"Kereta saya berangkat jam 8. Saya mau mudik karena adek saya mau sunatan. Jadi, kalau mas nggak keberatan, saya mau pergi sekarang."
Â
Â
Masih dalam keadaan diam, si petugas antar itu mempersilakan sahabat saya pergi.
Tapi karena merasa tidak tega, akhirnya sahabat saya tetap membayar dan mengambil pesanannya sambil meninggalkan si mas petugas antar dalam keheningan yang canggung.
Â
Â
Saya mencoba membuat semacam kelakar dari kejadian ini.
Setiap orang diberi modal yang sama oleh Tuhan. Modal itu adalah "waktu". Dan seberuntung-beruntung orang adalah mereka yang bisa memanfaatkan waktunya untuk berbuat kebaikan. Sahabat saya dan si tokoh petugas antar di atas sama-sama berasal dari keluarga tidak mampu. Tapi nasib sahabat saya berakhir di belakang monitor Macintosh sementara si petugas berakhir di motor delivery McDonald. Siswa bintang kelas dan siswa tinggal kelas sama-sama mempunyai waktu 24 jam sehari. Tapi mengapa nasibnya bisa berbeda? Jawabannya sudah jelas: karena tidak semua orang BISA memanfaatkan waktunya dengan baik untuk kebaikan.
Â
Akhir kata, mari kita manfaatkan waktu kita.Stop menunda-nunda pekerjaan.
Sebagaimana semboyan Repooblyq Qdjy:
XGRA AXY!!
sumber: https://m.facebook.com/notes/sweta-k...00001212128422
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/51cf09a9e474b4d643000003
0 komentar:
Posting Komentar